Saat masih remaja akhir ‘60an, saya
pernah bertemu dan mengenal Bapak Matheos Kiroh, beliau tinggal di Singkil,
Manado, Sulawesi Utara. Opa Theos begitu saya menyapanya.
Banyak referensi buku-buku dalam
menulis sejarah anak-suku Bantik tetapi buku-buku hanya berisi cerita-cerita, kejadian-kejadian,
riwayat asal-usul, yang diwariskan turun-temurun, tidak berbeda dengan apa yang
beliau ketahui, bahkan beliau mengalami dan menyaksikan dengan mata-kepala sendiri
tentang adat-istiadat, kepercayaan dan hal-hal yang lain. Jangankan beliau, sayapun
sering mendengar langsung berbagai riwayat tuturan dari para tetua Bantik.
Dalam menyusun sejarah anak-suku
Bantik ini, beliau mengadakan perjalanan keliling negeri-negeri Bantik, melihat
dan bertemu dengan berbagai sumber antara lain :
· Salmon Abuthan, pensiunan kepala sekolah di
Singkil
·
Lodewijk Mandagi, Hukum Tua di Singkil
· Magdalena Kiroh Kapugu dan suaminya, adalah ayah
dan ibu kandung beliau, tinggal di Singkil
·
A. Pokatong, Hukum Tua di Malalayang
·
Oom Samoria, petani, tetua adat yang disegani,
tinggal di Buha
· Beberapa tetua adat, yang tinggal di Singkil,
Talawaan Bantik, Meras, Molas, Bengkol, Bailang, Tanamon dan Sumoit.
Demikian sekedar pengantar
bagaimana Pdt. Matheos Kiroh menyusun buku “Sejarah Anak-suku Bantik, Minahasa”, dengan
harapan para cendekiawan Bantik dapat melengkapinya untuk cetakan ke IV, ke V dan
seterusnya.
Jakarta, 31 Maret 2014
Jeldy Tontey