Saturday, September 12, 2009

Esai : Ibuku, Ibu Bumi Pertiwi, by Dante

Bahasa Steppa Mongolia sudah, Bahasa Jawa Kawi sudah, Bahasa Tora Bantik sudah. Tiga bahasa kuno yang telah berusia 2000 tahun ini telah memiliki gramatika, irama dan teatrikal. Indahnya jauh melebihi bahasa-bahasa sebelumnya seperti Bahasa Moor, Romawi, Jazirah Skandinavia yang patah2 dan sering menimbulkan salah tafsir. Tiga bahasa sesembahan sudah diperdengarkan oleh anak-anak Bumi kepada Ibundanya, Ibu Pertiwi. Kita menunggu hasilnya. Manakala Ibu Bumi tidak tersenyum, tersenyumlah sekarang. Manakala berduka, bersukacitalah sekarang. Karena Porong bukanlah lantai lumpur, tapi dia adalah tempat persemaian padi, ubi-ubian, bahkan semerbak wangi kembang-kembang. Anak-anak bumi telah mempersembahkan nyanyian kasih rindu di padang2, pegunungan2, dilautan, bahkan di atas tanggul Porong. Itulah nyanyi sunyi persembahan dari hati yang putus asa, pengharapan dan pilihan harmoni. Anak2 bumi toh akhirnya kelak akan masuk dan ditelan ibunya sendiri.

Tetapi selagi ada sisa waktu biarkanlah mereka bermain dipelataran dengan dikelilingi kembang2, matahari, bulan purnama dan kerlingan bintang2. Ibuku, anakmu Dante mempersembahkan esai ini kepadamu mengakhiri gejolak hati anak2 bumi, supaya engkau mengerti bahwa kami mencintaimu. Mungkin kami telah berbuat kurang pantas kepadamu, tapi yakinlah bahwa itu satu muslihat kami supaya engkau melirik kami. Jangan dipertautkan benar kenakalan kami yang kecil ini, karena engkau masih memiliki Alaska, Gurun Tandus Sahara. Engkau masih punya Armenia, Hindustan bahkan Kutub Selatan.

Ibuku, aku telah berada dalam pelukanmu. Tetapi mereka masih hidup dan tidur berhimpitan di pasar2, rumah indah serta berserakan di jalan2 dengan hajat yang bangkrut. Hendaknya berilah mereka peluang untuk tidak bersedih, tidak cemas dan tetap memperoleh embun yang kau hidangkan tiap pagi.

Ada seikat bunga dijambanganmu Ibu, ada juga penganan kesukaanmu, juga minuman, yang aroma wewangian lavender kesukaanmu. Semuanya sesembahan dari Anak2 Bumi, ya anak2mu sendiri. Berhentilah merajuk Ibuku. Bumi hanyalah sebuah debu dalam galaksi dan engkau tidak akan bisa merajuki milyaran debu disekeliling bumimu.

Aku, Dante, menulis esai ini dengan memakai tangan Arifin Mu’ridin Panotogomo Waliyullah alias Gusti Panembahan Sosrobahu Hadiningrat untuk disampaikan kepada ibuku Ibu Bumi Pertiwi.

Friday, September 11, 2009

Pahlawan Nasional dan Bintang Mahaputera, Wolter Mongisidi

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Tentang
PENETAPAN PAHLAWAN NASIONAL
Ditetapkan di Jakarta, Tanggal 6 Nopember 1973


Presiden - Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia
Menganugerahkan Tanda Djasa Pahlawan
Djakarta, Tanggal 10 NOVEMBER 1958

Presiden / Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia
Menganugerahkan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera
Djakarta, 17 Agusutus 1960